Kamis, 05 Agustus 2010

ARTI DAN TAFSIR TAHNIAH "MARHABAN RAMADHAN"

Menjelang tibanya bulan Ramadhan, di sudut-sudut jalan kita kerap melihat aneka spanduk atau poster yang berisikan tahniah (ucapan selamat) “Marhaban Ramadhan”. Apa sesungguhnya arti dan maksud, serta tafsir dari tahniah tersebut?

Menurut Quraish Shihab dalam bukunya Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat (penerbit Mizan, 1989), dalam bahasa Arab kata ‘marhaban’ berasal dari akar kata rahb yang berarti “luas” atau “lapang”. Dari akar kata tersebut kemudian memunculkan kata "rahiba" yang berarti "selamat datang". Dengan demikian medan semantik kata ‘marhaban’ menggambarkan ucapan penyambutan kepada seorang tamu istimewa yang diterima dengan penuh dada lapang, penuh kegembiraan serta dipersiapkan baginya ruang yang luas untuk melakukan apa saja yang diinginkannya.

Dari akar kata yang sama dengan “marhaban”, terbentuk kata rahbat yang antara lain berarti “ruangan luas untuk kendaraan, untuk memperoleh perbaikan atau kebutuhan pengendara guna melanjutkan perjalanan.” Dengan demikian Marhaban ya Ramadhan berarti “Selamat datang Ramadhan” mengandung arti bahwa kita menyambutnya dengan lapang dada, penuh kegembiraan; tidak dengan menggerutu dan menganggap kehadirannya tidak “mengganggu ketenangan” atau suasana nyaman kita. Sebaliknya, dengan kedatangan bulan yang mulia tersebut kita mengharapkan agar jiwa raga kita diasah dan diasuh guna melanjutkan perjalanan menuju Allah Swt.

Ada gunung yang tinggi yang harus ditelusuri guna menemui-Nya, itulah nafsu. Di gunung itu ada lereng yang curam, belukar yang lebat, bahkan banyak perampok yang mengancam, serta iblis yang merayu, agar perjalanan tidak melanjutkan. Bertambah tinggi gunung didaki, bertambah hebat ancaman dan rayuan, semakin curam dan ganas pula perjalanan. Tetapi, bila tekad tetap membaja, sebentar lagi akan tampak cahaya benderang, dan saat itu, akan tampak dengan jelas rambu-rambu jalan, tampak tempat-tempat indah untuk berteduh, serta telaga-telaga jernih untuk melepaskan dahaga. Dan bila perjalanan dilanjutkan akan ditemukan kendaraan Ar-Rahman untuk mengantar sang musafir bertemu dengan kekasihnya, Allah Swt. Demikian menurut Quraish Shihab, kurang lebih perjalanan itu dilukiskan dalam buku Madarij As-Salikin.

Tentu kita perlu mempersiapkan bekal guna menelusuri jalan itu. Tahukah apakah bekal itu? Masih menurut Quraish Shihab, yakni benih-benih kebajikan yang harus kita tabur di lahan jiwa kita. Tekad yang membaja untuk memerangi nafsu, agar kita mampu menghidupkan malam Ramadhan dengan shalat dan tadarus, serta siangnya dengan ibadah kepada Allah melalui pengabdian untuk agama, bangsa dan negara.

Allahuma salimniy min ramadhaany
Wasalim ramadhaana liy
Wasalimhu minny

Kholid A.Harras

Pengikut

Arsip Blog

Mengenai Saya

Foto saya
Bandung, Jawa Barat, Indonesia