Minggu, 12 Juni 2011

Emansipasi yang Salah Kaprah?

oleh Kholid A. Harras

Banyak wanita saat ini yang kerap mengartikan emansipasi secara salah kaprah sehingga kadang mengorbankan kemulyaan wanita itu sendiri. Ironisnya semua itu kerap dinisbatkan seolah2 sebagai bagian dari perjuangan wanita berhati emas RA Kartini. Padahal kalau kita baca surat2 RA Kartini sebagaimana yang ia tulis kepada sahabat2nya cita-cita beliau (kalau itu disebut emansipasi) sesungguhnya sangat sederhana. Coba kita simak misalnya surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902 di bawah ini.

Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.

Begitu juga banyak orang yang tidak tahu bahwasanya pikiran-pikiran RA Kartini sesungguhnya merupakan buah dari hasil kekritisannya dalam mempelajari ajaran Islam, khususnya Al-Quran. Kartini syahdan sering berdiskusi dengan para ulama di daerahnya. Antara lain beliau pernah berdialog dengan Kiyai Soleh Darat.

Berikut antara lain dialog antara Kartini dengan Kyai Sholeh Darat

”Kyai, selama hidupku baru kali inilah aku sempat mengerti makna dan arti surat pertama, dan induk Al-Quran yang isinya begitu indah menggetarkan sanubariku. Maka bukan buatan rasa syukur hati aku kepada Allah, namun aku heran tak habis-habisnya, mengapa selama ini para ulama kita melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al-Quran dalam bahasa Jawa. Bukankah Al-Quran itu justru kitab pimpinan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?”.

Menurut K.H.Ahmad Chalwani Nawawi, pengasuh Ponpes Al-Nawawiyah Purworejo Jateng dan mantan anggota DPD RI Wakil jawa Tengah, Kartini lantas mengusulkan kepada Kiyai Sholeh Darat untuk menerjemahkan Al-Quran ke dalam bahasa Jawa. Konon dari usulan Kartinilah, akhirnya Kiyai Sholeh Darat menjadi orang pertama yang menerjemahkan al-Quran ke dalam bahasa Jawa (lihat majalah Mataair edisi VI,2007.)

Kata-kata minazh zhulumaati ilan nuur [Q.S: 2:257] ini sering diulang-ulangnya, dari gelap kepada cahaya. Bagi Kartini, terasa benar pengalaman pribadi tersebut, dari kegelisahan dan pemikiran tak berketentuan kepada pemikiran hidayah.

Dalam surat-suratnya kemudian, Kartini banyak sekali mengulang-ulang kalimat ”Dari Gelap Kepada Cahaya” ini. Istilah ini yang dalam Bahasa Belanda adalah ”Door Duisternis Tot Licht”, kemudian menjadi kehilangan maknanya setelah diterjemahkan oleh Armijn Pane menjadi ”Habis Gelap Terbitlah Terang”


Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Pengikut

Arsip Blog

Mengenai Saya

Foto saya
Bandung, Jawa Barat, Indonesia