Senin, 23 Maret 2009

Republika, Date: Sat, 26 Oct 2002 15:25:24 +0700

Utang Khalifah Umar
Oleh : Kholid A Harras

Sepulang sekolah, putra Khalifah Umar bin Khattab menangis tersedu-sedu. Dia bercerita bahwa teman-temannya selalu mengolok-olok karena bajunya paling kumal di sekolah.

Sebagai seorang ayah, Umar memahami kesedihan anaknya itu. Tetapi, dia tak berdaya karena gajinya sebagai amirul mukminin hanya bisa mencukupi kebutuhan paling primer. Setelah berpikir lama, Umar menulis surat ke bendaharawan negara. Dia mengajukan pinjaman utang empat dirham dengan potongan gaji sebagai jaminan.

Tak lama suratnya dibalas. Isinya kira-kira seperti ini: ''Saya dapat meluluskan pinjaman Anda sebesar empat dirham, dengan memotong gaji Anda bulan depan sebagai jaminannya. Namun, sebelumnya tolong Anda jawab terlebih dahulu pertanyaan berikut dengan jujur: ''apakah Anda dapat memastikan akan hidup sampai bulan depan?''

Setelah membaca surat itu, Umar menggigil, matanya berkunang-kunang. Ia tersungkur bersujud seraya mengucap istighfar, memohon ampunan Allah. Umar lalu menulis surat kembali kepada bendaharawan negara. Dia berterima kasih telah diingatkan serta membatalkan niatnya berutang.

Sesudah itu, dia memanggil putranya dan berkata, ''Wahai anakku, ayahmu tidak dapat memperhitungkan umurnya walaupun hanya sejam ke depan. Ayahmu juga tidak ingin mewariskan utang kepadamu. Sudah terlalu banyak hal yang harus ayahmu pertanggungjawabkan ke hadapan Allah di akhirat nanti. Karena itu, ayah membatalkan niat meminjam uang untuk membeli baju barumu. Jadi, besok berangkatlah kamu ke sekolah dengan menggunakan bajumu yang biasa.''

Salah satu pendidikan yang dapat dipetik dari kisah Umar ini, antara lain, hendaknya kita berhati-hati dan takut untuk berutang. Terlebih jika hal itu hanya sekadar untuk memenuhi prestise dan bukan dalam rangka menunjang kegiatan muamalat yang produktif. Rasulullah saw mengingatkan, ''Jauhilah utang karena utang itu hanya membuat kamu gundah di malam hari
dan terhina di siang hari.'' (HR Bukhari-Muslim).

Menurut para pakar ekonomi, salah satu faktor penyebab sulitnya perekonomian bangsa ini kembali bangkit dari keterpurukannya adalah karena kebijakan pembangunan ekonomi kita, baik pada masa lalu maupun masa sekarang, lebih banyak bersandar pada utang. Akibatnya, sekarang kita terhina di siang hari, dan gundah gulana di malam hari. Belum lunas utang lama, kita sudah beriba-iba untuk mendapatkan utang baru, begitu seterusnya. Konyolnya, utang itu lebih banyak diarahkan untuk membiayai proyek-proyek prestisius ketimbang proyek-proyek produktif untuk hajat hidup masyarakat banyak. Wajar jika kini makin sempurnalah penderitaan bangsa kita..

Tidak ada komentar:

Pengikut

Arsip Blog

Mengenai Saya

Foto saya
Bandung, Jawa Barat, Indonesia