Selasa, 06 April 2010

Menyoal rendahnya Kreativitas pada Dunia Pendidikan Kita

Kreativitas merupakan istilah yang sudah sangat akrab di kalangan para guru dan pendidik di negeri ini. Hal itu kiranya dapat dipahami, karena kreativitas merupakan sebuah terminologi penting dalam dunia pendidikan dan pengajaran serta pengembangan SDM. Meskipun demikian, jika ditanyakan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan kreativitas, terlebih bagaimana kiat-kiat menumbuhkan kreativitas dalam konteks pembelajaran di sekolah, penulis tidak yakin akan semua guru dan pendidik dapat menjelaskanya, terlebih telah mempraktikannya.

Konon akibat dari kurangnya perhatian terhadap masalah ini, hingga saat ini kreativitas masih merupakan barang langka di lingkungan dunia pendidikan kita, baik di lingkungan guru maupun para siswa. Contoh langkanya kreativitas guru misalnya dapat dilihat dari masih rendahnya kuantitas partisipasi dan keterlibatan mereka dalam berbagai even kreativitas yang banyak digelar, baik di lingkungan Depdiknas maupun non-Depdiknas. Sekedar menyebut contoh, menurut informasi partisipasi guru Bahasa Indonesia SMA dan sederajat yang mengikuti LMKS (Lomba Mengulas Karya Sastra) dan LMCP (Lomba Menulis Cerita Pendek) yang diadakan oleh Dikdasmen setiap tahun rata-rata hanya diikuti oleh sekira 200-an orang guru saja. Padahal jumlah guru bahasa Indonesia yang mengajar di SMA dan sederajat (SMK dan MA), baik negeri maupun swasta di negeri ini telah mencapai ribuan orang. Gambaran yang sama juga terjadi pada kelompok guru pelajaran lainnya.

Bagaimana dengan kreativitas dari para siswa kita? Tampaknya telah berlaku hukum sebab-akibat. Kreativitas dari para siswa kita pun pada umumnya dinilai masih sangat rendah, serta tertinggal jauh jika dibandingkan dengan para siswa dari negara-negara lain. Sekedar sebuah gambaran, menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Hans Jellen dari Universitas Utah AS dan Klaus Urban dari Universitas Hannover Jerman pada Agustus 1987 terhadap anak-anak Indonesia yang berusia 10 tahun (dengan sampel 50 anak-anak di Jakarta), menunjukkan bahwa tingkat kreativitas anak-anak Indonesia berada di urutan terakhir dari 8 negara yang menjadi sampel penelitian tersebut. Adapun urutan peringkatnya sebagai berikut (dari yang tertinggi sampai yang terendah): Filipina, AS, Inggris, Jerman, India, RRC, Kamerun, Zulu, dan Indonesia (Drs. Dedi Djunaedi, Pikiran Rakyat,10 Januari 2005).

Apakah sesungguhnya yang dimaksud dengan kreativitas itu? Roger B. Yepsen Jr. (1996) mengatakan bahwa kreativitas merupakan kapasitas untuk membuat hal yang baru Menurut Mihaly Csikszentmihalyi (1996) bahwa orang yang kreatif adalah orang yang berpikir atau bertindak mengubah suatu ranah atau menetapkan suatu ranah baru (Drs. Dedi Djunaedi, Pikiran Rakyat,10 Januari 2005). Berdasarkan kedua pernyataan tersebut istilah kreativitas digunakan untuk mengacu pada kemampuan individu dengan mengandalkan potensi dan kemahiran yang dimilikinya untuk menghasilkan gagasan baru dan wawasan yang segar yang sangat bernilai.

Cakupan wilayah kreativitas tidak hanya terbatas pada perbuatan yang sifatnya kerja fisik. Kemampuan untuk menjadi seorang penyimak yang baik, yang mendengarkan gagasan yang datang dari dunia luar dan dari dalam diri sendiri atau dari alam bawah sadar juga merupakan wilayah kreativitas. Dengan demikian kreativitas kreativitas lebih tepat didefinisikan sebagai suatu pengalaman seorang individu untuk mengungkapkan dan mengaktualisasikan identitas dirinya secara terpadu dalam hubungan eratnya dengan diri sendiri, orang lain, dan juga alam lingkungan sekitarnya.

Para ahli psikologi hingga saat ini masih belum ada kata sepakat mengenai faktor-faktor apa yang melandasi kebutuhan dan motif dasar yang dimiliki manusia untuk berkreasi. Meskipun demikian, mereka sepakat bahwasanya ada imbalan dan penghargaan nyata yang dapat diamati dapat diidentifikasikan sebagai motif manusia untuk berkreasi. Selain itu berdasarkan penelitian juga terungkap bahwa manusia biasanya melakukan kreasi karena didorong oleh adanya kebutuhan dasar, seperti: keamanan, cinta, dan penghargaan. Mereka juga termotivasi untuk berkreasi oleh lingkungannya dan manfaat dari berkreasi seperti hidup yang lebih menyenangkan, kepercayaan diri yang lebih besar, kegembiraan hidup, dan kemungkinan untuk menunjukkan kemampuan terbaik mereka kepada orang lain.

Ada banyak cara yang dapat dilakukan oleh seseorang untuk memunculkan gagasan kreatif dirinya. Namun sebelum saya mengemukakan teknik-teknik tersebut, yang harus dipahami oleh kita bahwasanya teknik-teknik pengembangan kreativitas itu dalam berbagai tingkatan keseluruhannya sebenarnya bertumpu pada pengembangan sejumlah gagasan sebagai suatu cara untuk memperoleh gagasan yang baik dan kreatif. Dengan demikian langkah pertama untuk memunculkan lahirnya sebuah kreativitas ialah dengan memunculkan sebanyak mungkin gagasan atau pendapat, baik yang berasal dari diri sendiri maupun orang lain.

Setidaknya ada dua teknik yang bisa kita pakai untuk menghimpun gagasan. Pertama adalah teknik brainstorming. Teknik brainstorming mungkin merupakan cara yang terbanyak digunakan, tetapi juga merupakan teknik pemecahan kreatif yang tidak banyak dipahami. Banyak orang mempergunakan istilah brainstorming untuk mengacu pada suatu proses yang menghasilkan suatu gagasan baru, atau menggunakan istilah tersebut untuk mengacu pada suatu kumpulan proses pemecahan masalah. Sebenarnya teknik brainstorming adalah kegiatan yang menghasilkan gagasan yang mencoba mengatasi segala hambatan dan kritik. Kegiatan tersebut mendorong timbulnya banyak gagasan, termasuk gagasan yang menyimpang liar, dan berani dengan harapan bahwa gagasan tersebut dapat menghasilkan gagasan yang lebih baik dan kreatif. Teknik ini cenderung menghasilkan gagasan baru yang orisinal untuk menambah jumlah gagasan konvensional yang ada.

Kedua teknik sinektik. Analogi telah lama digunakan sebagai salah satu alat bantu bagi proses penyusunan secara kreatif. Sinektik merupakan suatu metode atau proses yang menggunakan metafora dan analogi untuk menghasilkan gagasan kreatif atau wawasan segar ke dalam permasalahan. Guna menghentikan kebiasaan lama serta gagasan usang dan untuk memperkenalkan suasana rileks ke dalam proses penggalian ide, maka proses sinektik mencoba membuat yang "asing" menjadi "akrab" dan juga sebaliknya.

Sedangkan sejumlah hambatan yang biasanya menjadi kendala dalam menumbuhkan kreativitas menurut Julia Cameron dan Mark Bryan (2000) adalah sebagai berikut. Akibat faktor kebiasaan, ketidak mampuan memenej waktu, akibat dibanjiri masalah, bersikap seolah-olah tidak ada masalah, takut gagal, bersikap instan (ingin jawabannya saat itu juga), memiliki sikap mental yang sulit diarahkan, serta takut mendapat kritik dari orang lain terhadap apa yang dikerjakannya. Orang yang tidak mampu mengatasi kendala-kendala tersebut akan sulit menumbuhkan potensi kreatif yang dimilikinya. Oleh karena langkah pertama dan utama untuk melenjitkan kreativitas kita atasi terlebih dahulu kendala-kendala tersebut. Tidak mudang memang, tetapi kita harus mencobanya. ***

Kholid A.Harras

Tidak ada komentar:

Pengikut

Arsip Blog

Mengenai Saya

Foto saya
Bandung, Jawa Barat, Indonesia