Minggu, 12 Juni 2011

Tiga Catatan di Akhir Ramadhan

oleh Kholid A. Harras


Ramadan sebentar lagi akan meninggalkan kita. “Madu” ramadhan sudah sampai di tetes terakhir untuk kita nikmati. Minimal minimal ada tiga catatan yang patut kita garisbawahi setelah kita menapaki hari-hari Ramadhan tahun ini. Tentu saja masing-masing kita bisa menambahkan catatan tersebut sesuai hasil perenungan kita masing-masing.

Pertama, seliar apa pun nafsu kita, sesungguhnya ia bisa didewasakan. Momentum Ramadan telah menyediakan tarbiyah khusus buat pengendali nafsu yang bersemayan pada diri manusia. Mungkin pada hari-hari di luar bulan Ramadhan nafsu kerap kali mendiktekita. Di balik tuntutan lapar materi, nafsu bisa mencipta seribu satu dalih agar orang mencuri atau melakukan korupsi. Nafsu jugalah yang kerap mengelabui manusia mengumbar libido syahwat. Dan dibalik tuntutan nafsu ingin istirahat, kerap mengungkung orang menjadi penyantai dan pemalas dan melakukan ibadah.

Lewat Ramadhan Allah SWT Yang Maha Pengasih telah menghadiahi kita dengan kewajiban melaksanakan shaum atau puasa agar setiap muslim bisa mendewasakan nafsu-nafsu duniawinya. Bisa menutup-buka pintu-pintu energinya. Hingga, nafsu tidak lagi seperti anak kecil yang bisa dapat apa pun ketika merengek dan menuntut. Nafsu harus dipaksa. Agar, ia bisa dewasa. Inilah salah satu tarbiyah Rabbaniyah atas kehadiran bulan Ramadhan ini, ia telah memdewasakan nafsu kita.

Kedua, sekotor apa pun jiwa kita, sesungguhnya ia bisa dibersihkan. Selama sebelas bulan, tubuh, jiwa juga indria kita boleh jadi begitu longgar dalam menerima masukan dari luar. Semuanya bisa masuk. Mulai dari yang samar, kotor, bahkan yang beracun sekalipun. Akibatnya, tubuh, jiwa maupun indria kita tidak lagi peka dan mata hati kita pun menjadi buta. Ramadhan telah menyediakan semacam “saringan alami” bagi ketiganya. Karena telah mendapat saringan akan membuat berbagai amaliyah ibadah yang sebelumnya terasa berat menjadi ringan. Bahkan sangat ringan!. Semoga kita termasuk orang-orang yang beruntung karena telah berusaha membersihkan jiwa kita selama sebulan di Ramdhan tahun ini.

Ketiga, sepicik apa pun ego kita, ternyata ia bisa dicerdaskan.Karena ego, orang bisa menganggap kalau dirinyalah yang terbaik. Tak perlu masukan dan sumbang saran. Karena ego pula, orang menjadi tak perlu berjamaah. Ego menghias kepicikan diri menjadi prestasi besar. Ramadhan telah memaksa ego kita untuk tunduk dengan kenyataan. Bahwa, yang ego banggakan ternyata tak sekuat yang dibayangkan.Lewat Ramadhan telah memaksa ego kita untuk melihat kenyataan diri. Bahwa, kita hanyalah seorang hamba, yang harus tunduk dan taan kepada-Nya.

Inilah momentum Ramadan yang begitu mahal. Semoga kita masih diberikan kesempatan oleh Allah bertemu lagi dengan Ramadhan di tahun hadapan.Amien.

Tidak ada komentar:

Pengikut

Arsip Blog

Mengenai Saya

Foto saya
Bandung, Jawa Barat, Indonesia